Social Icons

Rabu, 03 Mei 2023

Rangkuman Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Oleh : Toyibin, S.Pd
Calon Guru Penggerak Angkatan 7 - SMP Negeri 3 Talang - Kab. Tegal

Filosofi Ki Hajar Dewantara "Pratap Triloka" Memiliki Kaitan dengan Penerapan Pengambilan Keputusan sebagai Seorang Pemimpin
Pemimpin sekolah yang berkualitas memiliki kemampuan untuk memberdayakan seluruh sumber daya di sekolahnya, sehingga dapat bersatu menumbuhkan murid-murid yang berkembang secara utuh, baik dalam rasa, karsa dan ciptanya. Pemimpin yang berkualitas dalam mengambil keputusan seharusnya mempertimbangkan Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Patrap Triloka, yaitu (1) Ing ngarsa sung tuladha (yang di depan memberi teladan/contoh), (2) Ing madya mangun karsa (di tengah membangun prakarsa/ semangat) (3) Tut wuri handayani (dari belakang mendukung).
Keputusan yang diambil pimpinan sekolah merupakan cerminan teladan dari seorang pemimpin yang dapat membangun prakarsa dan mendukung terhadap pemberdayaan sumber daya yang ada di sekolah. Pemimpin harus mampu mengambil sebuah keputusan yang tepat, arif, bijaksana, dan berpihak kepada murid. Seorang pemimpin harus mampu menjadi teladan bagi orang-orang yang dipimpinnya, seorang pemimpin harus mampu membangun semangat orang-orang yang dipimpinnya, dan seorang pemimpin harus mampu memberikan motivasi kepada orang-orang yang dipimpinnya untuk dapat mengembangkan minat, bakat, dan potensi yang dimiliki.

Nilai-Nilai Yang Tertanam Dalam Diri Berpengaruh Kepada Prinsip-Prinsip Yang Diambil Dalam Pengambilan Suatu Keputusan

Sebuah keputusan merupakan refleksi dari nilai-nilai moral dan etika yang dimiliki seseorang. Nilai-nilai kebajikan yang dimiliki diri seperti rasa sayang, rasa kasihan, tanggung jawab, kejujuran, percaya, dan nilai-nilai kebajikan lainnya berperan besar ketika menganalisis dan mempertimbangkan keputusan yang harus diambil dalam mengatasi suatu masalah.
Pemimpin pembelajaran dapat menggunakan tiga prinsip dalam pengambilan keputusan:
1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (End-Based Thinking)
2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
Setiap keputusan yang diambil didasarkan juga pada rasa penuh tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal, serta berpihak pada murid.


Pengambilan Keputusan Berkaitan Dengan Kegiatan ‘Coaching’ (Bimbingan), Terutama dalam Pengujian Pengambilan Keputusan. Pertanyaan-Pertanyaan Dalam Diri Pada Pengambilan Keputusan Bisa Dibantu Dengan ‘Coaching’

Pembimbingan yang telah dilakukan oleh pendamping atau fasilisator telah membantu dalam menganalisis efektif tidaknya keputusan yang telah diambil. Menganalisis keputusan yang diambil  berpihak kepada murid, sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal, dan keputusan yang diambil dapat dipertanggung jawabkan.
Coaching membantu guru untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki dan memecahkan permasalahan saat menjadi pemimpin pembelajaran, sehingga pada saat menentukan suatu permasalahan dilema etika seorang guru mampu mengidentifikasi suatu permasalahan dengan tehnik coaching, sehingga mampu menghasilkan keputusan yang tepat dan berpihak pada murid.
Langkah-langkah dalam coaching dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep coaching dapat dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap hasil keputusan yang telah diambil. 

Kemampuan Guru dalam Mengelola dan Menyadari Aspek Sosial Emosionalnya Berpengaruh terhadap Pengambilan suatu Keputusan Khususnya Masalah Dilema Etika

Pengambilan keputusan masalah dilema etika diperlukan kompetensi guru dalam aspek sosial emosional seperti kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.  Adanya kompetensi sosial emosianal, guru dapat mengambil keputusan secara sadar penuh (mindfull) dari berbagai pilihan keputusan, konsekuensi yang akan terjadi, dan meminilisir kesalahan dalam pengambilan keputusan. 
Jadi kemampuan guru yang baik dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya, maka keputusan yang diambil merupakan keputusan terbaik dengan berbagai pertimbangan yang telah dipikirkan dengan baik berdasarkan pilihan paradigma dilema etika serta berdasarkan langkah-langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang baik pula, bertanggung jawab serta berpihak pada murid.

Pembahasan Studi Kasus Yang Fokus Pada Masalah Moral Atau Etika Berkaitan Dengan Nilai-Nilai Yang Dianut Seorang Pendidik

Nilai-nilai yang dianut seorang pendidik mempengaruhi pengambilan keputusan pada masalah moral atau etika yang terjadi. Jika nilai-nilai yang dianut pendidik nilai-nilai kebajikan universal, maka keputusan yang diambil dapat dipertanggung jawabkan dan dapat diterima oleh berbagai pihak, tetapi jika nilai-nilai yang dianut pendidik kurang sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal maka keputusan yang diambilnya lebih cenderung hanya benar secara pribadi dan tidak sesuai harapan berbagai pihak. 

Pendidik harus membuat keputusan yang bertanggung jawab dengan melakukan pengambilan dan pengujian pengambilan keputusan pada setiap masalah yang dihadapi, sehingga menghasilkan keputusan yang berpihak pada murid, mengandung nilai kebajikan universal dan dapat dipertanggung jawabkan.

Pengambilan Keputusan Yang Tepat Berdampak Pada Terciptanya Lingkungan Yang Positif, Kondusif, Aman Dan Nyaman.

Pengambilan sebuah keputusan yang tepat berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Dalam sebuah keputusan ada konsekuensi yang akan terjadi, sehingga keputusan harus dipikirkan menggunakan prinsip-prinsip pengambilan keputusan yang tepat dan efektif. Jika pengambilan keputusan tepat, maka konsekuensi yang terjadi  lingkungan dapat menerima sehingga terciptanya lingkungan yang positif,  kondusif, aman dan nyaman. Jika pengambilan keputusan kurang tepat, konsekuensinya lingkungan tidak menerima, sehingga berdampak buruk pada lingkungan menjadi lingkungan yang kurang nyaman.

Pengambilan keputusan yang tepat dapat dilakukan berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip, 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan sehingga hasil keputusan yang diambil mampu menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman untuk berbagai pihak. 

Tantangan-Tantangan Di Lingkungan Untuk Dapat Menjalankan Pengambilan Keputusan Terhadap Kasus-Kasus Dilema Etika Berkaitan Perubahan Paradigma Di Lingkungan

Tantangan yang dihadapi dalam pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus yang sifatnya dilema etika berupa perasaan kurang nyaman dan tidak enak karena belum dapat memuaskan semua pihak. Setiap keputusan pasti ada konsekuensi berupa resiko pro dan kontra, hal ini menjadikan salah satu tantangan tersendiri untuk mengambil keputusan dengan tepat.

Dengan mengikuti  4 paradigma,  3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan dapat meminimalkan perasaan tidak nyaman dan keputusan yang diambil dapat diterima oleh berbagai pihak. Pengambilan keputusan dilakukan tepat melalui analisis menggunakan 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan, maka keputusan berdampak dalam terciptanya lingkungan yang positif, kondusif dan nyaman.

Pengaruh Pengambilan Keputusan Yang Diambil Terhadap Pengajaran Yang Memerdekakan Murid-Murid, Memutuskan Pembelajaran Yang Tepat Untuk Potensi Murid Yang Berbeda-Beda

Terdapat pengaruh pengambilan keputusan yang diambil dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid dikarenakan pengambilan keputusan yang diambil  berpihak pada murid sehingga memperhatikan potensi murid yang berbeda-beda.

Pengambilan keputusan yang berpihak pada murid terhadap pembelajaran memperhatikan kebutuhan murid, maka hal ini memerdekakan murid dalam belajar yang akhirnya murid dapat berkembang sesuai dengan potensi dan kodratnya. Guru sebagai pemimpin pembelajaran dituntut mampu mengambil keputusan yang tepat dalam pembelajaran untuk memerdekakan murid sehingga potensi murid yang berbeda-beda dapat berkembang lebih optimal sesuai kebutuhan belajar murid.

Seorang Pemimpin Pembelajaran Dalam Mengambil Keputusan Dapat Mempengaruhi Kehidupan Atau Masa Depan Murid-Muridnya

Untuk mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, keputusan guru yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan dan berpihak pada murid. Keputusan yang diambil mempertimbangkan kebutuhan murid, sehingga murid dapat menggali potensi yang ada dalam dirinya dan guru sebagai pemimpin pembelajaran dapat memberikan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan belajar murid dan menuntun murid dalam mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga keputusan mempengaruhi keberhasilan murid di masa depannya nanti. Pendidik yang mampu mengambil keputusan secara tepat akan memberikan hasil yang baik dalam proses pembelajaran sehingga mampu menciptakan kehidupan murid untuk masa depan yang lebih baik.

Kesimpulan Akhir  Yang Dapat Ditarik Dari Pembelajaran Modul Materi Ini Dan Keterkaitannya Dengan Modul-Modul Sebelumnya

Kesimpulan akhir yang dapat ditarik dari pembelajaran modul "Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran" berkaitan dengan modul-modul yang telah dipelajari sebelumnya merupakan satu rangkaian yang diperlukan untuk memerdekakan murid dalam belajar. Dalam merdeka belajar, menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan bertujuan menuntut segala proses dan kodrat/potensi anak untuk mencapai sebuah keselamatan dan kebahagiaan belajar, baik untuk dirinya sendiri, sekolah maupun masyarakat.

Pengambilan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal dan dengan langkah-langkah yang tepat mewujudkan budaya positif ditandai lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman serta keputusan yang dapat diterima berbagai pihak. 
Dalam melaksanakan pembelajaran, pendidik harus mampu melihat dan memahami kebutuhan belajar muridnya serta mampu mengelola kompetensi sosial dan emosional yang dimiliki dalam mengambil sebuah keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Untuk dapat mengambil sebuah keputusan dengan baik maka coaching membantu sebagai pemimpin pembelajaran dengan pertanyaan- pertanyaan untuk memprediksi hasil dan berbagai opsi dalam pengambilan keputusan.
Coaching membantu murid dalam mencari solusi atas masalahnya sendiri. Coaching tidak sebatas pada murid, cocaching dapat diterapkan pada rekan sejawat atau komunitas terkait permasalahan yang dialami dalam proses pembelajaran. Selain itu diperlukan kompetensi kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan bertanggung jawab untuk mengambil keputusan dan proses pengambilan keputusan diharapkan dapat dilakukan secara sadar penuh(mindfullness), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada.
Pengambilan keputusan yang tepat dapat dilakukan berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip, 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Pemahaman Tentang Konsep-Konsep Yang Telah Dipelajari Di Modul Ini, Yaitu: Dilema Etika Dan Bujukan Moral, 4 Paradigma Pengambilan Keputusan, 3 Prinsip Pengambilan Keputusan, Dan 9 Langkah Pengambilan Dan Pengujian Keputusan

Dilema etika merupakan keputusan yang memiliki nilai kebenaran sama-sama benar, sedangkan bujukan moral adalah  keputusan yang sudah jelas benar atau salahnya. Jadi dalam dilema etika keputusan benar lawan benar sedangkan bujukan moral keputusan yang benar lawan salah. Dilema etika terdapat ketika mengambil keputusan yang nilai-nilai kebajikan universal sama-sama memiliki nilai kebenaran, namun saling bertentangan. Pengambilan keputusan selalu berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi dari keputusan yang diambil.
Paradigma yang terjadi pada pengambilan keputusan situasi dilema etika, meliputi : (1) Individu lawan kelompok, (2) Rasa keadilan lawan rasa kasihan, (3) Kebenaran lawan kesetiaan dan (4) Jangka pendek lawan jangka panjang .
Terdapat 3 prinsip  dalam pengambilan keputusan, yaitu : (1) Berpikir Berbasis Hasil Akhir, (2) Berpikir Berbasis Peraturan, (3) Berpikir Berbasis Rasa Peduli. Ada 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yaitu (1) Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang salingbertentangan, (2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini, (3) Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dalam situasi ini, (4) Pengujian benar atau salah (uji legal, uji regulias, uji instuisi, uji publikasi, uji panutan/idola), (5) Pengujian paradigma benar atau salah, (6) Prinsip pengambilan keputusan, (7) Investigasi tri lema, (8) Buat keputusan dan (9) Meninjau kembali keputusan dan refleksikan.
Hal-hal yang menurut saya diluar dugaan bahwa ternyata dalam pengambilan keputusan bukan hanya didasarkan pada pemikiran dan pertimbangan semata, namundiperlukan adanya paradigma, prinsip, dan langkah-langkah pengujian pengambilan keputusan, agar keputusan yang diambil tepat sasaran dan bermanfaat untuk orang banyak. 

Sebelum Mempelajari Modul 3.1 Pernah Menerapkan Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Dalam Situasi Moral Dilema, Ada Beda Dengan Apa Yang Dipelajari Di Modul 3.1

Sebelum mempelajari modul ini saya pernah mengambil  keputusan dengan situasi dilema etika, namun yang saya lakukan hanya sebatas pada pemikiran didukung dengan beberapa pertimbangan. Saya telah merasa tepat keputusan yang saya ambil jika sudah sesuai aturan dan tidak berdampak merugikan orang lain. Dengan belajar modul ini saya memahami pengetahuan baru tentang pengambilan keputusan bahkan telah mempraktikkan, bagaimana cara pengambilan keputusan yang tepat dengan mengacu pada 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Dampak Mempelajari Konsep  Dalam Modul 3.1, Perubahan  Yang Terjadi Pada Cara Mengambil Keputusan Sebelum Dan Sesudah Mengikuti Pembelajaran Modul 3.1

Konsep yang telah dipelajari di modul ini memberikan dampak yang besar bagi cara berpikir saya. Sebelumnya saya berpikir bahwa pengambilan keputusan yang tepat harus didasarkan regulasi, peraturan dan norma-norma masyarakat. Ternyata untuk membuat sebuah keputusan yang tepat banyak hal yang mendasarinya. Terdapat 4 paradigma dilema etika yaitu: individu lawan kelompok, rasa keadilan lawan rasa kasihan, kebenaran lawan kesetiaan, jangka pendek lawan jangka panjang yang semuanya didasari atas 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. 
Saya sebagai guru harus mengimplementasikan landasan tersebut dalam setiap pengambilan keputusan baik sebagai pemimpin pembelajaran maupun dalam pengambilan kebijakan di sekolah dan komunitas praktisi.  Dengan landasan  pengambilan keputusan tersebut, saya dapat mengambil keputusan yang tepat dan lebih akurat dengan selalu berpihak pada murid dan dapat dipertanggungjawabkan.

Pentingnya Mempelajari Modul 3.1 Bagi Seorang Individu Dan Seorang Pemimpin

Materi pada modul 3.1 tentang "Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin” sangat penting dan bermakna, karena dalam perjalanan hidup seseorang pasti akan menjumpai permasalahan yang dituntut untuk dapat mengambil keputusan terbaik. Dalam keputusan yang dilakukan oleh pemimpin hendaknya keputusan dalam kebijakan -kebijakan di sekolah berpihak pada murid dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal itu, maka guru harus memiliki keterampilan dalam pengambilan keputusan yang mengandung nilai-nilai kebajikan. Landasan dalam pengambilan keputusan mengacu pada 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. 
Pengambilan keputusan yang tepat dalam pembelajaran berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.

Demikian rangkuman koneksi antar materi modul 3.1 "Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin". Semoga bermanfaat bagi diri sendiri dan semua pembaca. Terima Kasih untuk Pengajar Praktik Ibu Roisah, S.Pd dan Fasilitator Ibu Elys Salatun Qodhariyah, M.Pd, serta untuk semua pembaca blog ini.

Selasa, 07 Februari 2023

Budaya Positif Penerapan Disiplin Positif Melalui Segitiga Restitusi

       

Filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara  mengibaratkan peran pendidik seperti seorang petani, murid seperti biji tumbuhan yang ditanam. Pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki laku hidupnya dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak.Sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok tanam, oleh karena itu Pendidik perlu mengusahakan agar sekolah menjadi sebuah lingkungan positif yang menyenangkan, aman, nyaman untuk bertumbuh, serta dapat menjaga dan melindungi setiap murid dari hal-hal yang kurang bermanfaat, atau bahkan mengganggu perkembangan potensi murid. 

Untuk menciptakan lingkungan positif, dapat dilakukan dengan penerapan disiplin positif di sekolah.  Disiplin positif merupakan unsur utama terwujudnya budaya positif di sekolah. 

Apa Itu Disiplin Positif ?
Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata ‘disiplin’ sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan bila perlu tidak digunakan sama sekali. Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
Kita cenderung mengartikan disiplin sebagai kontrol terhadap orang lain. 















Disiplin sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk kontrol diri agar dapat mencapai suatu tujuan mulia. Tujuan mulia di sini mengacu pada nilai-nilai atau prinsip-prinsip mulia yang dianut seseorang. Nilai-nilai tersebut dinamakan sebagai nilai-nilai kebajikan (virtues) yang universal.
Nilai-nilai kebajikan universal merupakan nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya.

1. Profil Pelajar Pancasila
  • Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia.
  • Mandiri
  • Bernalar Kritis
  • Berkebinekaan Global
  • Bergotong royong
  • Kreatif
2. IBO Primary Years Program (PYP)
  • Toleransi
  • Rasa Hormat
  • Integritas
  • Mandiri
  • Menghargai
  • Antusias
  • Empati
  • Keingintahuan
  • Kreativitas
  • Kerja sama
  • Percaya Diri
  • Komitmen
Bagaimana kita berperilaku? 
Mengapa kita melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari lingkungan, atau ada dorongan yang lain? 
Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita mau. 
Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman atau pujian dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan uang? Apa lagi kira-kira alasan orang melakukan sesuatu?

Motivasi Perilaku Manusia :
  • Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
  • Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
  • Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Hukuman dan Penghargaan
Penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya.Memberikan penghargaan dan hukuman adalah hal yang sama, karena keduanya mencoba mengendalikan perilaku seseorang.Orang pada dasarnya tidak suka dikendalikan, dalam jangka waktu lama, penghargaan akan terlihat sebagai hukuman. Jika suatu penghargaan diharapkan, namun murid tidak mendapatkannya, murid akan merasa dihukum.

Bagaimana Penegakan Peraturan atau keyakinan kelas/sekolah dalam disiplin positif ?

DISIPLIN DENGAN HUKUMAN 
Disiplin dengan hukuman bersifat tidak terencana atau tiba-tiba. Murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan berupa fisik maupun psikis, murid disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.
DISIPLIN DENGAN KONSEKUENSI
Disiplin dengan konsekuensi, sudah terencana, disepakati, dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Bentuk konsekuensi dibuat oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi yang akan diterima bila ada pelanggaran. Murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek. Konsekuensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur, misalnya, setelah 3 kali tugasnya tidak diselesaikan pada batas waktu yang diberikan, atau murid melakukan kegiatan di luar kegiatan pembelajaran. Sikap guru di sini senantiasa memonitor murid.
DISIPLIN DENGAN RESTITUSI
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat. Restitusi merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain

Keyakinan Kelas
Nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Nilai-nilai Kebajikan bahwa menekankan pada keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.

Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas
Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit. Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal. Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif. Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas. Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut. Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat. Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.

Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas
  1. Mempersilakan murid bercurah pendapat peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas. 
  2. Mencatat semua masukan murid di papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster). 
  3. Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur, ganti kalimat negatif menjadi positif. 
  4. Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Ajak murid untuk menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang dituju dari peraturan tersebut. Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru, Datanglah Tepat Waktu berada di bawah 1 ‘payung’ yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau nilai kebajikan ‘Hormat’. Keyakinan inilah yang dimasukkan dalam daftar untuk disepakati. Kegiatan ini juga merupakan pendalaman pemahaman bentuk peraturan ke keyakinan sekolah/kelas. 
  5. Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara bersama-sama. Sebaiknya keyakinan sekolah/kelas tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. 
  6. Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid. 
  7. Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas. 

Kebutuhan Dasar Manusia
Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Kebutuhan Dasar Manusia
1. Kebutuhan bertahan hidup 
Kebutuhan bertahan hidup (survival) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis untuk bertahan hidup misalnya kesehatan, rumah, dan makanan. Kebutuhan biologis sebagai bagian dari proses reproduksi termasuk kebutuhan untuk tetap bertahan hidup. Komponen psikologis pada kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan perasaan aman.
2. Kebutuhan untuk disayangi dan diterima 
Kebutuhan ini adalah kebutuhan psikologis. Kebutuhan untuk disayangi dan diterima meliputi kebutuhan akan hubungan dan koneksi sosial, kebutuhan untuk memberi dan menerima kasih sayang dan kebutuhan untuk merasa menjadi bagian dari suatu kelompok. 
Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk tetap terhubung dengan orang lain, seperti teman, keluarga, pasangan hidup, teman kerja, binatang peliharaan, dan kelompok dimana kita tergabung.
3. Kebutuhan Penguasaan (Kebutuhan Pengakuan atas Kemampuan)
Kebutuhan ini berhubungan dengan kekuatan untuk mencapai sesuatu, menjadi kompeten, menjadi terampil, diakui atas prestasi dan keterampilan kita, didengarkan dan memiliki rasa harga diri. 
Kebutuhan ini meliputi keinginan untuk dianggap berharga, bisa membuat perbedaan, bisa membuat pencapaian, kompeten, diakui, dihormati. Ini meliputi self esteem, dan keinginan untuk meninggalkan pengaruh.
4. Kebutuhan untuk bebas  
Kebutuhan untuk bebas adalah kebutuhan akan kemandirian, otonomi, memiliki pilihan dan mampu mengendalikan arah hidup seseorang. 
Anak-anak dengan kebutuhan kebebasan yang tinggi menginginkan pilihan, mereka perlu banyak bergerak, suka mencoba-coba, tidak terlalu terpengaruh orang lain dan senang mencoba hal baru dan menarik.
5. Kebutuhan akan kesenangan
Kebutuhan akan kesenangan adalah kebutuhan untuk mencari kesenangan, bermain, dan tertawa. Bayangkan hidup tanpa kenikmatan apa pun, betapa menyedihkan. Anak-anak dengan kebutuhan dasar kesenangan yang tinggi biasanya ingin menikmati apa yang dilakukan. Mereka juga bisa berkonsentrasi tinggi saat mengerjakan hal yang disenangi. Mereka suka permainan dan suka mengoleksi barang, suka bergurau, suka melucu dan juga menggemaskan. Bahkan saat mereka bertingkah laku buruk, mereka masih terlihat lucu.

Lima Posisi Kontrol dalam Penerapan Disiplin
Penghukum, 
Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi.

Pembuat Rasa Bersalah, 
Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri.

Teman, 
Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. 

Pemantau 
Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:

Manajer
Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. 
Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. 
Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. 
Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. 
Dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.

Merancang sebuah tahapan untuk memudahkan para guru dalam melakukan proses untuk menyiapkan anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga restitusi/restitution triangle. 
Proses tiga tahapan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip utama dari Teori Kontrol, yaitu:




1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)
Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:
Berbuat salah itu tidak apa-apa.
Tidak ada manusia yang sempurna
Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
Kita bisa menyelesaikan ini.
Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini.
Kamu berhak merasa begitu.
Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?

2. Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbehavior)
Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu, yaitu memenuhi kebutuhan dasar.  Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.
“Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”
“Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu”
“Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”.
“Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru.”

3. Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)
Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.
• Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
• Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
• Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?
• Kamu mau jadi orang yang seperti apa?


Dokumentasi Penerapan Segitiga Restitusi
Restitusi pada Siswa Terlambat