Social Icons

Jumat, 25 Desember 2015

Tujuan Bertanya dalam Pembelajaran yang Efektif


Dalam sebuah sesi pembelajaran, bertanya merupakan aktifitas penting dengan berbagai tujuan. Berikut ini beberapa tujuan dari pertanyaan yang diajukan guru kepada siswa dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika.


1. Menelaah dan merangkum pembelajaran sebelumnya
Tujuan bertanya yang satu ini mengandung dua dimensi, yaitu menelaah dan merangkum pembelajaran topik yang sebelumnya, dan menelaah dan merangkum topik yang baru dipelajari. Untuk dimensi pertama diperlukan agar siswa bisa melihat keterkaitan antar materi pelajaran matematika. Hubungan konsep-konsep di dalam matematika jauh lebih penting dari pada konsep itu sendiri, karena setiap konsep memerlukan konsep lain di dalam matematika. Jadi, tanpa memahami hubungan tersebut, pembelajaran suatu konsep akan lebih sulit atau bahkan mustahil.

Contoh pertanyaan lisannya antara lain: 

“Untuk mengingat pelajaran sebelumnya, coba nyatakan dengan kata-kata bagaimana menghitung luas jajargenjang!” 
Hindari pertanyaan yang mengarahkan siswa menjadi secara serentak atau membaca tulisan yang ada, karena tidak membuat siswa menelaah apa yang telah dipelajari. 
Contoh pertanyaan yang perlu dihindari: 
“Untuk mengingat pelajaran sebelumnya, coba sebutkan rumus menghitung luas jajargenjang!”. 
Contoh lain pertanyaan terkait tujuan ini: 
“Setelah kamu mempelajari sifat-sifat persegipanjang, apa yang dapat kamu katakan hubungan persegipanjang dengan jajargenjang yang dipelajari sebelumnya?”

Untuk dimensi kedua, tujuan bertanya lebih diarahkan pada merangkum atau menarik poin penting dari apa yang telah dipelajari. Sementara kegiatan menelaah lebih intens diberikan di dalam proses pembelajaran berlangsung. 

Contoh pertanyaannya: 
“Sekarang, coba masing-masing dari kamu memikirkan, hal-hal apa saja yang menjadi ciri penting dari sebuah jajar genjang!” 
“Jadi, apa kesimpulan yang dapat kita tulis setelah mempelajari hubungan antar bangun datar?” Bagaimana kamu dapat menyatakan hubungan tersebut secara sederhana?

2. Mendorong atau melibatkan siswa berpikir matematis
Apa itu berpikir matematis? Secara umum berpikir matematis selalu memfokuskan pikiran melibatkan kecermatan, relevansi, dan ketepatan. Dalam bahasa yang agak sederhana, berpikir matematis sesungguhnya berpikir logis. Namun tentu yang dimaksud adalah logika matematika, logika yang didasarkan pada kebenaran secara matematis. Jadi, berpikir matematis tidak “melulu” harus berkaitan dengan angka atau bilangan. Terkadang ada siswa berpikir dengan menggunakan bilangan namun tidak tepat bahkan tidak relevan.
Tidak semua pertanyaan dapat mendorong siswa untuk berpikir matematis. Oleh karena itu, harus dipilih dengan cermat pertanyaan yang dapat mendorong siswa berpikir matematis.
Penggunaan bilangan tentu saja membuat sesuatu menjadi lebih cermat. 

Contohnya: “seberapa besar selisih luas antara lapangan voli dengan lapangan sepak bola?” 
Contoh yang harus dihindari: “Lebih luas mana, apakah lapangan voli ataukah lapangan sepakbola?”

“Coba kamu pikirkan mengapa persegipanjang merupakan jajargenjang?”, “Apakah semua sifat jajargenjang ada pada persegipanjang?”, ... 

Hindari pertanyaan: “Apakah persegipanjang dan jajargenjang itu berbeda?”. Selain tidak perlu, jika tidak diikuti dengan pertanyaan yang lebih substansial, pertanyaan ini tidak akan membuat siswa berpikir matematis.
Untuk mendorong siswa berpikir lebih cermat dan teliti, gunakan pertanyaan yang menghendaki kecermatan dan ketelitian. 

Contoh: “Hitunglah volume botol air mineral tersebut dalam satuan cm3 hingga angta satuan terdekat!”
Untuk dapat mendorong siswa berpikir matematis-logis, hindarkan bentuk pertanyaan yang bersifat dikotomi atau benar salah atau sekedar menyebutkan definisi atau bunyi suatu konsep. Jadi, hindari bentuk pertanyaan “Sebutkan....”, atau “Apakah....”. 

Bentuk pertanyaan yang dapat digunakan, seperti: “Mengapa .... “, “Bagaimana cara .....”, “Deskripsikan ....”, atau “Berilah contoh .... dengan sifat ... “.
Bagaimana jika ternyata siswa belum mampu berpikir matematis atau ternyata apa yang dipikirkan siswa belum mengarah pada berpikir matematis? 

Dalam hal ini, guru dapat mengajukan pertanyaan yang bersifat penggugah atau pendorong. 
Contoh: 
“Coba kamu pikirkan lagi, apakah sudah tepat cara menjawabnya seperti itu?” 
“Bagaimana kamu mendapatkan bilangan tersebut? Adakah perhitungan yang aneh yang telah kamu lakukan?“ 
“Coba dilihat kembali, mungkinkah jawabannya merupakan bilangan pecahan?”

3. Menilai kesiapan siswa
Bertanya juga dibutuhkan untuk menilai kesiapan siswa. Tentu bukan kesiapan fisik semata, tetapi yang lebih penting kesiapan untuk berpikir. Ini penting diindahkan, karena keberadaan siswa di kelas tidak berarti kesiapan siswa mengikuti pelajaran. Dalam mempelajari matematika, berpikir merupakan aktivitas paling pokok yang harus dipastikan dilakukan oleh siswa.
Bentuk pertanyaan dengan tujuan ini lebih bersifat lisan ketimbang tulisan. Oleh karena itu, dengan melihat susasana dan perilaku siswa di kelas, guru juga dapat mengambil keputusan apakah bertanya ataukah tidak.
Contoh pertanyaanya: 

“Bagaimana anak-anak, apakah kalian siap menyelidiki volum limas?” 
“Andi, coba sebutkan peralatan apa saja yang sudah disiapkan kelompokmu!” 
“Apakah masih ada pertanyaan lagi atau masih ada yang ragu, berikutnya kita akan mempelajari volum kerucut”

4. Mengecek pekerjaan rumah atau tugas kelas dan pemahaman siswa
Bentuk bertanya secara lisan juga dapat diajukan untuk mengecek pekerjaan rumah (PR) siswa. Hal yang perlu dicek antara lain, apakah mereka sudah menyelesaikan PR, apakah ada anggota kelompok yang tidak ikut mengerjakan PR, apakah mereka membutuhkan waktu lebih lama lagi, apakah mereka membutuhkan penjelasan tambahan, atau apakah ada masalah atau soal yang membingungkan bagi mereka.
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu akan membantu kita sebagai guru memberikan penilaian terhadap tugas PR secara lebih adil dan benar.
Hal yang sama juga berlaku bila bertanya ditujukan untuk mengecek tugas kelas dan pemahaman siswa.
Contoh pertanyaannya: 

“Soal nomor berapa yang paling menyulitkan menurut kalian? Mengapa?” 
“Adakah yang belum jelas terkait tugas tersebut?” 
“Adakah kata-kata yang masih membingungkan bagi kalian?”



5. Memfokuskan perhatian siswa pada materi matematika tertentu
Untuk membuat siswa fokus pada pembelajaran, guru perlu melakukan segala upaya agar pembelajaran menjadi lebih menarik. Namun jika ada beberapa siswa tidak fokus karena melakukan aktivitas lain, maka guru harus segera meminta atau mengalihkan siswa agar fokus pada pembelajaran. Teknik bertanya menjadi salah satu cara untuk mendapatkan perhatian siswa pada pembelajaran. 
Contoh. 

“Dewi..., mengapa kamu melihat ke luar jendela?” 
“Arman, Budi.... sudahkan kalian berdiskusi dengan kelompokmu?”

Hal lain yang lebih teknis adalah bagaimana membuat siswa lebih fokus pada hal-hal tertentu dalam materi matematika. Dalam tujuan ini, kita perlu menampilkan pengingat atau salah satu ciri penting dari materi tertentu itu. 

Misalkan kita ingin siswa fokus pada hubungan kuantitatif atau hubungan perbandingan antara volum limas dan volum prisma dengan luas alas dan tinggi yang sama, maka kita perlu mengarahkan siswa pada beberapa kegiatan yang terkait atau ciri dari konsep kuantitas atau perbandingan tersebut.
Contoh: 

“Sudah berapa kali kamu menakarnya? Jadi, berapa perbandingannya?” 
“Setelah melakukan kegiatan tersebut, coba kalian tulis hubungan volum kedua bangun tersebut! Gunakan data yang sudah kamu peroleh.”



6. Menilai ketercapaian tujuan pembelajaran atau sebagai asesmen formatif
Tujuan bertanya sebagai asesmen formatif, lebih baik dinyatakan secara tertulis karena bisa menjangkau setiap siswa dan bersifat individual. Pertanyaan formatif yang bersifat lisan di depan kelas, tidak dapat menilai siswa satu per satu. Dengan demikian tujuan menilai untuk melakukan kedudukan siswa dan diagnosa kesulitan tidak akan tercapai.
Tidaklah benar, jika pertanyaan asesmen berkisar pada pertanyaan benar salah, juga pertanyaan terkait definisi atau bunyi rumus. Namun demikian, pertanyaan yang bersifat konseptual tidak berarti tidak penting. Barangkali sering dilupakan oleh guru, bahwa tidak semua siswa telah memahami konsep walaupun mereka dapat menyelesaikan soal-soal terapan konsep tersebut. Hanya saja, pertanyaan berbentuk konseptual harus dinyatakan untuk mendapatkan pemahaman bukan ingatan semata.
Contoh: 

“Coba nyatakan dengan 3 cara berbeda, pengertian bangun datar persegi!” 
“Berilah contoh dan bukan contoh, 5 benda dalam bentuk yang berbeda-beda di sekitar kita yang dapat dikategorikan sebagai prisma!” 
“Jelaskan, apakah kerucut termasuk dalam jenis bangun ruang limas?”

Sementara bentuk pertanyaan tersapan konsep, tidak cukup pertanyaan yang bersifat mekanistik. Jauh lebih penting, bentuk pertanyaan yang bersifat problematik atau bersifat terbuka namun tetap terkait dengan konsep yang akan dinilai. 

Contoh yang bersifat mekanistik: 
“Berapa cm2 luas persegipanjang yang alasnya 4 cm dan tingginya 9 cm?” 
“Hitunglah volume limas, jika diketahui luas alas 10 cm^2 dan tingginya 5 cm!”

Contoh pertanyaan yang dianjurkan: 

“Jika sebuah persegipanjang memiliki luas 36 cm2 dan memiliki sisi-sisi bilangan bulat, lukislah semua bentuk persegipanjang yang mungkin dalam satuan cm!” 
“Jika volum limas 100 cm2 dan tingginya 5 cm, berapa keliling yang alasnya berbentuk segitiga?” Nyatakan jawabanmu dalam angka satuan terdekat! 
“Pak Dirman akan membuat wadah penampung air. Ia ingin wadah dapat menampung antara 80 hingga 100 liter air. Berbentuk apa dan berapa ukuran wadah yang dapat dibuat Pak Dirman?”



7. Mendiagnosa kesulitan siswa
Untuk dapat mendiagnosa kesulitan siswa, maka bertanya yang bersifat gradual perlu dilakukan. Namun ini lebih kepada pertanyan lisan. Namun untuk bentuk pertanyaan tertulis, maka pemilihan pertanyaan yang kaya akan subtansi lebih diutamakan, misalnya pertanyaan terapan konsep, pemecahan masalah, atau bentuk pertanyaan terbuka (open ended).
Contoh. 

Ani, mengapa kamu hanya benar 2 dari soal soal? Mengapa di 8 nomor itu, kamu tidak dapat menjawab? Adakah soal-soal itu membingungkan kamu? Apakah kamu tidak memahami beberapa istilah dalam soal? Apakah kamu kesulitan untuk menemukan cara menjawab soal itu? Apakah kamu merana kesulitan melakukan perhitungan?
Dalam kerangka asesmen formatif apalagi sumatif, maka membuat pertanyaan yang bersifat uraian akan sangat membantu guru dalam mendiagnosa kesulitan siswa. Oleh karena itu, tanpa meninggalkan pertanyaan konseptual, maka bentuk pertanyaan aplikasi yang bersifat kaya atau penuh dengan data, cara, bahkan alternatif jawaban mutlak diperlukan.


8. Mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan sikap inkuiri
Bertanya jika tepat kita meramu isi pertanyaanya, maka dapat mendorong siswa untuk lebih kritis dan kreatif. Seperti yang telah dijelaskan di bagian terdahulu, perlu dihindari pertanyaan yang bersifat dikotomi atau mendorong pada jawaban yang seragam.
Sikap inkuiri atau sikap selidik dapat didorong dengan bentuk-bentuk pertanyaan yang dapat menantang pikiran siswa. Alih-alih membuat soal yang rumit, lebih baik membuat soal sederhana tetapi membutuhkan pemikiran yang kritis untuk dapat menyelesaikannya.
Contoh. 

“Buatlah sebuah trapesium yang semua sisinya merupakan bilangan bulat!” 
“Untuk membentuk bangun segitiga, diperlukan 3 koin atau 6 koin, seperti tampak pada gambar. Berapa koin di antara 100 dan 120 yang dapat membentuk sebuah segitiga?”

9. Memancing siswa untuk mengemukakan pendapatnya sendiri
Tujuan bertanya ini penting karena untuk mendorong siswa berani mengemukakan pendapat dan bertanggungjawab atas pilihannya dalam memecahkan masalah/soal.
Tidak mudah memancing siswa untuk mau mengemukakan pendapat. Segala upaya harus dapat dilakukan guru agar siswa terdorong untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Namun tentu saja, guru harus memberikan pertanyaan yang bersifat terbuka atau memungkinkan cara dan/atau jawaban yang berbeda-beda. Jika soal yang diajukan bersifat tertutup atau hanya ada satu jawaban atau satu cara maka tidak dapat diharapkan adanya pendapat sendiri yang berbeda dari siswa.
Pertanyaan memancing harus dipilih sehingga memungkinkan siswa untuk berani menyatakan pendapatnya.
Contoh. 

“Coba kamu cermati hasil pekerjaan Tiwul. Ada yang perlu ditanyakan? Adakah yang perlu penjelasan tambahan? Atau adakah yang keliru?” 
“Ada yang berbeda dari apa yang dikerjakan Tiwul di depan tadi?” 
“Ibu pikir mungkin ada cara lain, siapa yang menjawab dengan cara berbeda dari Tiwul?” 
“Pekerjaan Tiwul sudah benar, tetapi mungkin ada yang lebih baik. Adakah cara lainnya?”



10. Memberi kesempatan kepada semua siswa mendengar penjelasan yang berbeda-beda dari siswa lainnya
Tujuan bertanya ini dicapai bila bertanya dengan tujuan memancing siswa mengemukakan pendapatnya sendiri dapat terwujud. Pertanyaan yang dapat diajukan kepada siswa sama dengan pertanyaan-pertanyaan untuk memancing siswa mengemukan pendapatnya sendiri.
11. Membantu guru menentukan laju pelajarannya dan untuk mengendalikan perilaku siswa
Bentuk pertanyaan dengan tujuan menentukan laju pelajaran berkaitan dengan substansi materi yang telah dipahami siswa. Jika dianggap siswa telah memahami sepenuhnya, maka guru perlu mengajukan pertanyaan untuk meyakinkan guru akan hal itu.
Contoh. 

“Jadi, semua sudah paham, mengapa rumus limas memuat faktor sepertiga?”
“Apa kesimpulanmu mengenai sifat-sifat belah ketupat?”

Untuk mengendalikan perilaku siswa, umumnya berbentuk pertanyaan lisan, karena perilaku merupakan aktivitas yang dapat diamati. Perilaku siswa dapat bersifat positif maupun negatif. Perilaku yang bersifat positif antara lain keseriusan, disiplin, cermat. Sementara perilaku negatif sebaliknya, tidak acuh, seenaknya, terburu-buru, dan lain sebagainya.
Dengan bertanya, maka guru dapat mengendalikan perilaku siswa menuju ke arah positif, baik pertanyaan itu bersifat substantif maupun non-subtantif. Jika pertanyaannya subtantif, maka siswa akan tersadar dan mau terlibat agar dapat menjawabnya. Namun bila bersifat non-substantif maka lebih diarahkan untuk mendapatkan perhatian langsung dari siswa. 

Contoh. 
“Nah, sekarang, ibu mau bertanya, soal nomor ......” (substantif)
“Ehhmm, Gareng.... mengobrol apa dengan Susi...?” (non-substantif)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

silahkan isi komentar dengan bahasa sopan